Visitor Counter

Free Stuff

Followers

Monday, November 15, 2010

Kisah Tentang Hujan



Ada sebuah kisah. Tentang seorang perempuan yang begitu setia pada hujan. Menganggap bahwa hujan adalah kekasihnya. Setiap musim penghujan, kekasihnya selalu mendatanginya, dan dia menari dibawah hujan, kekasihnya. Hujan tak pernah datang tepat waktu. Dia hanya datang manakala dia suka. Dia hanya akan datang manakala bumi memerlukannya. Tapi bagi perempuan itu, hujan adalah nafasnya. Entah bagaimana dia tidak boleh hidup tanpa bernafas.
Sudah dua purnama berganti, tapi hujan belum juga datang. Hujan tak pernah berjanji akan datang. Tetapi hujan hanya akan datang manakala dia suka. Dan perempuan itu menanti disebuah lapangan luas. Menanti hujan, kekasihnya. Dia begitu rindu menari dibawahnya, berlari dibawahnya dan tersenyum dibawahnya. Bumi telah mengering, tapi hujan tak kunjung datang. Dan perempuan itu masih menanti dilapangan luas yang mulai mengering, tapi hujan belum juga datang.
Hujan tak pernah peduli, apakah perempuan itu akan mengering bersama rumput atau tidak. Hujan tak pernah peduli, meski cinta perempuan itu lebih besar daripada rasa sakit yang dideritanya akibat merindu pada sentuhan hujan, kekasihnya.
Lima purnama berlalu, dan hujan masih dengan angkuhnya menanti dibalik awan. Tak peduli, walaupun perempuan itu mulai mengering. Hujan tau, bahwa masih ada perempuan-perempuan lain yang mencinta dirinya, mencinta hujan. Dan kepada merekalah dia memberikan sejuk airnya. Kepada perempuan-perempuan yang tengah menari riang dibawah sejuk airnya. Dan hujan tersenyum manis pada mereka.
Dilapangan luas yang mulai mengering akibat hujan yang tak kunjung datang, perempuan itu mulai terbaring. Merayu, mengering. Terbaring lemah bersama rumput yang mengering dan menguning. Dia akhirnya sedar, cintanya yang begitu besar ternyata tak berbalas. Bahkan diakhir deritanya, hujan tak juga turun menemuinya. Tapi dia tetap berbaring disana, dilapangan luas ditemani rumput yang menguning dan mengering. Dengan air mata yang mengering dan berbekas hitam di kedua pipinya.
Hujan, dengan segala keangkuhannya melihat lapangan luas yang mulai mengering itu. Dan melihat sebentuk tubuh yang terbaring diantara keringnya rumput dengan bekas airmata yang menghitam dikedua pipinya. Perempuan yang mengakhiri penderitaannya bersama kekeringan, tanpa hujan.
Belum pernah ada yang memuja hujan seperti perempuan itu mempersembahkan seluruh cinta dan hidupnya kepada hujan. Perempuan itu tak seperti perempuan lain, yang menanti hujan hanya kerana ingin menari dibawahnya. Yang akan segera berlalu walaupun hujan masih menuruni bumi. Tidak seperti perempuan itu. Dia selalu menemani hujan hingga hujan menyelesaikan tugasnya. Dan membiarkan tubuhnya mengering bersama angin yang tertinggal ketika hujan pergi. Dan terus menanti walaupun hujan tak kunjung datang.
Tapi kini, perempuan itu berada pada hujung takdirnya yang telah ditentukannya sendiri. Mengering, hingga sang waktu menamatkan cerita hidupnya dan cintanya pada hujan yang dibawanya hingga dihujung kematian. Disisa tenaganya, perempuan itu masih menatap langit. Melihat awan hitam yang  berat dan padat. Menunggu untuk mencurahkan bebannya . Hujan, kekasihnya yang dirinduinya. Dia tersenyum, akhirnya hujan datang menemuinya. Walaupun itu adalah hujan yang dapat dia nikmati untuk terakhir kalinya.
Hujan berada pada hujung penyesalannya. Hujan menangis. Tak pernah hujan datang diatas lapangan itu seperti ini. Murka. Menangis, meraung, meratap. Menyesali semua yang telah terlambat. Tak akan ada lagi yang memuja hujan seperti perempuan itu memuja kekasihnya. Meski petir dan kilat menyambar, mencuba membangunkan perempuan itu dari tidur lelapnya, tetap tak boleh. Perempuan itu telah masuk pada akhir takdirnya. Pada tidur panjang, dengan senyum, kerana akhirnya hujan datang, walaupuni diakhir hidupnya. Dan segala penyesalan selalu datang diakhir cerita, selalu terlambat.
Untuk terakhir kalinya, sebelum perempuan itu diangkat ke angkasa, untuk menemui Penciptanya, dia sempat untuk mendekati hujan yang masih meratapi takdirnya. Perempuan itu tersenyum pada hujan, Dengan berkata, "Mencintaimu adalah seperti menghela nafas, bagaimana aku dapat berhenti?"
Moral~ Jangan Anda Lambat untuk mendapatkan Sesorang..Jangan terlalu Angkuh pada kelebihan yang ada pada diri anda..Kerana kelebihan itu yang dapat membahagiakan sesorang dan mungkin dapat menolongnya...


4 comments: