Visitor Counter

Free Stuff

Followers

Monday, November 15, 2010

Aku dan kamu...



Seperti biasa. Aku menungguimu di atas batas waktu. Saat kakimu mulai letih dan tanganmu kian rapuh. Kau kembali menemuiku. Memelukku dalam bayangan aku.
Lalu aku menatapmu. Dekat sekali. Menembus tiap renungan  di balik retinamu. Ada banyak keresahan dan juga ketakutan lalu kau menangis yang mungkin  ku sedari tadi siang kau tahan.
Aku tak mau dunia ketawa pada aku atas ketidakupayaan aku. Selalu, Aku mengerti, sangat mengerti. Dan aku akan selalu menunggumu.

Dulu kita sering menjelajah malam untuk sekadar menatap bintang atau aku mengusik kamu dengan tawa. Seringkali pula kamu berkomentar mengenai hal-hal sederhana dan mengolahnya menjadi begitu rumit. Bila aku "comment" maka kamu akan ketawa dan mengatakan bahwa aku masih terlalu budak untuk mengerti. Saat itu pasti aku akan merungut. Manja. Lalu kamu akan memetik bintang agar aku kembali tersenyum.
Tapi itu dulu. Dulu sebelum kamu mengenal mentari. Sebelum kamu pun mulai menyedari pesonanya.
Saat ini kamu cuma sibuk mengagumi senyumnya dan lupa dengan sunyi yang senantiasa menemanimu, yang memang tak lebih menarik dari mentarimu itu.

 Tapi aku masih di sini, tak pernah beranjak sedikitpun. Selalu menunggu mu. Aku masih setia menunggu mu walau dalam ketidakpastian.
Aku ingat. Pagi-pagi sekali kau telah terjaga, lalu bergegas menyapa mentarimu dan kembali saat dia benar-benar menghilang dalam kegelapan. Aku tak ingin melewatkan saat-saat senyumnya merekah, ujarmu. Gembira. Tak peduli sama sekali akan kerinduan  di mataku.
Tiap kata yang meluncur dari bibirmu cuma tentang dia. Tentang mentari yang senantiasa tersenyum padamu, walau terkadang teriknya menyengat kulitmu. Tentang mentari dan sejuta pesonanya. Bahkan tak ada lagi cerita-cerita tentang kegagahan mu saat menentang dunia seperti sebelumnya. Semua tentang dia. Cuma tentang dia. Kalau boleh jujur, aku muak dengan semua itu. Tapi aku juga tak pernah berniat merampas senyum itu dari wajahmu. Lagi-lagi aku cuma diam membisu.

Dan aku masih tetap di sini. Setia menunggu mu. Seperti malam ini,
“Aku penat, mie,” keluhmu. Perlahan. Hampir tak bersuara. Dalam samar aku menangkap linangan air mata yang menggenang. Bibirmu bergetar.
“Aku penat. Semakin aku dekat dengannya, semakin aku tak mengenalnya. Dia terasa kian jauh,” keluhmu. Lagi. kelihatan kian pekat air mata di matamu.
Jangan menemuinya lagi. Jangan! Pintaku.
 Tapi kau tak mendengarnya kerana memang tak pernah dapat terucapkan olehku. Aku cuma diam. Turut melayan pilumu juga piluku yang bercampur dengan rindu. Kau merindukan mentarimu, sedang aku merindukan senyummu. Ah, betapa tidak adilnya dunia ini.

“ Apa aku tak bererti baginya? Aku tahu dia itu mentari yang harus berbagi hangat dengan setiap makhluk, tapi…”
Kau tergagap. Cuma air mata yang berbicara.Ah, sungguh aku tak tahan melihat sendu itu. Aku meraih wajahmu dan mengelusnya. Lembut. Kau menoleh sejenak. Lalu kau kembali  dalam resahmu.
“ Aku sangat mencintainya, mie. Sangat. Bahkan bila orang lain merampas kasihnya dariku. Aku akan tetap mencintainya.”
“ Lalu, mengapa tak kau cakap yang kau cintakan dia?”
Aku terkejut. Entah dari mana kata-kata itu berasal. Kau menatapku. Bingung. Sama bingungnya denganku. Ah, aku tak boleh berkata apa-apa lagi. Tak boleh!!
“ Maksudmu?”
“ Mengapa kau masih berdiam saja dan menangisi cintamu. come on…cakapla pada dia itu.” Sedikit pun tak ada keraguan dalam kata kata aku itu. Aku benar-benar tak percaya. Semua meluncur seperti air.
“ Selama esok masih ada, maka kau masih punya kesempatan kerana mentarimu akan selalu hadir.” Tuhan, tolong hentikan kata-kataku ini, suara hatiku. Aku meraba hatiku. Ada luka di sana. Pedih.
“ Walau kadang kadang cerah tak selalu ada, tapi yakin saja mentarimu akan tetap ada. Kau cuma harus berusaha sedikit lagi.”
Kau mengangguk.

Dan ajaib sekali, mendung itu segera lenyap dari wajahmu.
“ Kamu benar, mie,” ucapmu. Bersemangat. “ Terima kasih, mie. Kamu memang sahabat terbaikku.”
Aku balas tersenyum padamu.
Kau memandang ke langit, lalu menatap langit-langit seolah-olah mentarimu ada di sana.
Dan aku kembali sebagai sepi. Mencintaimu dalam hatiku. Aku benar-benar tak mengerti. Aku tahu kalau kau sangat mencintainya, dan aku dengan bodohnya masih saja menunggumu dalam diamku.
Dan Aku akan tetap di sini, menantimu dalam kebisuan, entah sampai bila. Aku juga tak tahu. Kerana aku cuma sepi yang mencintaimu dalam diam.

~Tatapan tentang sesorang yang pernah hadir dalam hidup aku..
Inilah Kebodohan aku... huk3..

2 comments:

Joe Black said...

ni menda ni?luahan hati pada seorg pondan ke?

Mie Fisher said...

ni utk lelaki sejati jer...